Matematian : Matematika, Mimpi, dan Perjuangan
Setiap manusia pasti akan mengalami berbagai fase dalam hidupnya. Sebab hidup adalah sebuah perjalanan. Perjalanan panjang yang memaksa kita untuk harus siap menerima dua hal, meninggalkan atau ditinggalkan. Perjalanan panjang yang akan dihadapkan pada berbagai rintangan, menuntut banyak pengorbanan, dan berhadapan dengan berbagai pilihan. Perjalanan yang membutuhkan kuatnya keyakinan, serta bijak dalam mengambil pilihan. Perjalanan yang menguras keringat kesabaran dan memantik semangat perjuangan. Hingga perjalanan itu bermuara bersama senyum kebahagiaan.
Begitu pula dengan perjalanan hidup yang kini tengah kujalani. Dari anak desa pesisir pantai utara, yang kini harus meninggalkan gubug kenangan menuju tempat perjuangan yang tak pernah terbesit sebelumnya. Ya, aku adalah anak terakhir dari keluarga sederhana seorang petani penggarap sawah desa dan seorang pengajar kalam ilahi. Kendati hanya anak seorang petani penggarap sawah desa, tak membuatku lupa untuk merangkai dan menulis berbagai mimpi. Salah satu mimpiku adalah dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, dan mimpi terbesarku adalah menjadi seorang penjaga kalam langit yang sejak kecil telah ku pupuk bersama hamparan keyakinan. Sebab aku percaya, jika hanya ada 1% kemungkinan, ingatlah bahwa 99% nya adalah keyakinan.
Sedari kecil aku memang menuntut ilmu di bangku madrasah. Mulai dari madrasah ibtidaiyah (MI) hingga madrasah aliyah (MA). Dimana, kala itu madrasah masih dipandang remeh dibandingkan berbagai instansi pendidikan lainnya. Hal inilah yang mungkin membuat beberapa orang disekitarku memandang sebelah mata mimpiku untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri. Terlebih, sangat jarang anak muda di desaku yang mau untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ditambah lagi, aku memilih Universitas Gadjah Mada sebagai pilihanku. Namun, semua keraguan mereka itu, tak sedikitpun menyurutkan mimpiku. Bagiku, semua keraguan mereka ibarat batu-bata yang dilempar yang harus kuterima dan kususun menjadi pondasi sebagai jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpiku ini.
Tentunya, pilihan dan mimpiku ini bukan tanpa pengorbanan. Bila mimpi ini terwujud, aku harus siap untuk meninggalkan keluarga dan tentunya orangtua tercinta. Setiap detik, mereka semakin menua dan untuk sementara aku tak ada di sampingnya. Terlebih, aku adalah anak terakhir yang jarang sekali jauh dari orangtua. Meninggalkan sahabat dan teman yang dulu menjadi tempat menyuarakan kisah dan gelisah. Meninggalkan setiap jengkal kenangan yang telah tercipta di kampung halaman. Tetapi, aku percaya bahwa perjuangan dan pengorbananku ini takkan sia-sia.
*******
Semua bermula ketika pendaftaran SNMPTN 2017. Berbekal sedikit prestasi olimpiade matematika serta doa, keyakinan, dan ridho orangtua, aku memutuskan untuk memilih UGM pada pilihan pertama. Pilihanku ini terdengar sangat nekat. Terlebih, sebelumku belum ada kakak tingkatku yang berhasil masuk di UGM. Ditambah berbagai keraguan yang tak henti-hentinya hadir dari orang-orang di sekitarku, termasuk beberapa guru dan kepala sekolahku sendiri. Namun, semua itu sekali lagi bukanlah menjadi penghalang bagiku. Karena bagiku, lebih baik gagal setelah mencoba, dari pada gagal untuk mencoba. Jika kita tak berani untuk mencoba, bagaimana kita akan mengetahui hasil suatu usaha? Jika kita menyerah hari ini, bagaimana kita akan tahu apa yang Allah persiapkan untuk kita esok hari? Maka, tugas kita adalah terus mencoba dan berusaha, senantiasa mengetuk lewat pintu mana saja, dan biarkan Allah membuka pintunya lewat jalan mana saja, karena hanya Dia yang tahu mana yang terbaik bagi kita. Dan akhirnya aku tetap memilih UGM sebagai pilihan pertama, dengan pilihan program studi, Matematika.
Mengapa matematika? Karena bagiku matematika adalah sebuah perjalanan yang unik. Matematika ibarat sebuah petualangan. Dimana, kita diberikan berbagai petunjuk yang ada, dan harus menyelesaikan masalah lewat berbagai petunjuk yang ada. Matematika juga mengandung banyak filosofi di dalamnya. Matematika mungkin tak akan mengajari kita bagaimana cara menambah rasa cinta ataupun mengurangi rasa benci, namun dari matematika kita dapat belajar bahwa setiap masalah dan persolan pasti memiliki solusi dan hikmah yang tersimpan didalamnya. Jika suatu itu kita anggap masalah, pasti akan memiliki solusi. Jika tak kunjung ada solusi, mungkin itu bukanlah masalah, tapi sesuatu yang hanya kita anggap sebagai masalah.
Selain itu, aku memilih matematika karena aku ingin menghapus paradigma negatif tentang matematika yang kini masih saja mengakar kuat di masyarakat. Aku juga ingin mengembalikan kejayaan keilmuan islam sebagaimana masa Ibnu Sina, sang penemu angka nol, Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi, Jabir bin Hayyan, Ibnu Haitam, serta berbagai ilmuwan muslim lainnya.
Tentunya suara-suara yang meremehkan pilihan dan keputusanku ini semakin nyaring terdengar. Terlebih saat pengumuman SNMPTN aku dinyatakan tidak diterima dan harus menunda mimpiku terlebih dahulu, dan sekali lagi berjuang lebih jauh, berjalan lebih jauh lagi. Kecewa dan sedih jelas sempat menghampiriku. Namun, pelajaran yang dapat diambil dari sebuah kegagalan adalah kau ingin terpuruk bersama kegagalan itu, atau segera bangkit untuk mewujudkan kembali mimpi-mimpimu, dan aku putuskan untuk memilih pilihan keduam segera bangkit mewujudkan mimpi-mimpiku. Karena aku percaya, one bad chapter doesn’t mean your story is over.
Kegagalan itu tak sedikitpun menurunkan keyakinan akan mimpi-mimpiku. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti seleksi jalur SBMPTN 2017. Aku ingin membuktikan bahwa kendati di tengah keterbatasan, dengan keyakinan dan usaha keras serta ridho orangtua, mimpiku ini pasti dapat terwujud. Pilihan pertamaku tentunya tetap UGM dan UGM. Jelas, suara-suara yang meremehkan mimpiku itu semakin nyaring terdengar, bahkan masih dari kepala sekolah dan beberapa kerabatku sendiri. Beliau justru menyarankanku untuk melanjutkan studi di kampus yang biasa saja agar dapat bersaing dan dapat meraih berbagai prestasi. Namun, aku masih bersama keyakinanku. Bagiku, yang terpenting bukan soal seberapa besar prestasi yang kita raih, tetapi seberapa besar peran dan kontribusi yang kita beri serta makna dari setiap perjalanan yang kita jalani. Jika kita bisa menjadi sebuah bintang di gelapnya malam, mengapa tak mencoba untuk menjadi bintang yang paling bersinar diantara sinar bintang lainnya.
Melihat diluar sana banyak dari mereka mempersiapkan SBMPTN dengan berlomba-lomba mengikuti berbagai bimbingan belajar ternama, jelas membuatku sempat ragu akan kemampuanku. Apa daya, aku hanyalah anak seorang petani, yang untuk makan untuk esok hari pun masih harus berpeluh terleih dahulu, bagaimana mungkin dapat seperti mereka mencurahkan jutaan rupiah untuk mengikuti bimbingan belajar. Namun, keyakinan akan mimpi-mimpiku kembali menjadi pemicu semangatku. Aku juga percaya, jika kita senantiasa mengingat Allah, pasti akan ada banyak jalan yang tersedia untuk kita, yang sebelumnya mungkin tak pernah kita sangka.
Benar saja, saat itu aku mengikuti seleksi Beasiswa Perintis Nusantara dari sebuah lembaga, dan Allah memberi aku berhasil terpilih bersama 40 siswa lain dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Disanalah aku mendapatkan ilmu, nasehat, serta pengalaman berharga sebagai bekal sebelum menempuh perjalanan panjang selanjutnya. Disana jualah aku mendapat bekal materi untuk menghadapi SBMPTN 2017. Selama 40 hari, aku belajar banyak hal, bertemu banyak pejuang, saling mengingatkan, saling menguatkan.
Dan tak terasa, hari itu pun telah tiba. Peperangan yang sebenarnya telah dimulai. Semarang menjadi saksi perjuanganku mengikuti SBMPTN 2017. Ikhtiar telah kulakukan dengan keras dan semampuku. Aku masih ingat jelas, sebelum memulai tes aku sempat meminta doa dari teman, guru, dan tentunya yang paling utama doa dari orangtuaku. Mungkin inilah hal kecil yang sering kita lupakan dalam setiap langkah kita, meminta seuntai doa dari orang-orang di sekitar kita. Kita mungkin tak tahu seberapa besar dampak dan manfaat doa itu bagi kita. Namun aku yakin, saat ikhtiar telah tercurah, biarkan doa yang akan bertarung di langit. Setelah semua usaha keras telah tercurah, untaian doa telah terpanjat, biarkan Allah memberikan yang terbaik.
Setelah SBMPTN berlalu, aku kembali mengetuk pintu yang lain. Semabri menunggu pengumuman SBMPTN, aku bersama seorang kawan pun juga mengikuti seleksi tulis mandiri dari UGM. Masih sama, berbekal tekad, niat, dan semangat, berdua kami berangkat ke Yogyakarta untuk pertama kali tanpa pendamping. Baru sampai di Semarang, kami mendapat ujian pertama, kami bertemu calo, dan hampir saja mendapat harga tiket lima kali lipat dari harga aslinya. Kami pun terpojok oleh para calo. Panik sudah menjalari tubuh, terlebih tak ada orang dewasa yang kami kenal. Entah itu suara dari mana, terdengar suara yang menyuruh kami untuk lari. Seketika itu juga, aku dan kawanku berlari sekuat tenaga dari kejaran calo tersebut, dan berhasil masuk bus dengan selamat, dengan harga tiket yang normal.
Sampailah kami di Yogyakarta, kota pelajar, kota istimewa yang masih erat memegang budaya dan falsafah hidupnya. Seperti kapal tanpa arah, disana aku tak tahu apa-apa. Hingga akhirnya, sore aku memutuskan untuk menginap di masjid kampus, karena memang tidak memesan kos harian atau penginapan. Esok paginya, ujian pun dimulai, dan esoknya kami berdua langsung bergegas kembali ke Jepara. Sesampainya di Jepara, ternyata wakil kepala madrasah kami pun mengetahui bahwa kami ikut ujian mandiri UGM tanp memberitahu beliau sebelumnya, alhasil kami pun menerima sedikit nasehat dari beliau.
Kurang lebih selama satu bulan aku menunggu pengumuman. Tak henti-hentinya kupanjatkan doa pada Ilahi. Berharap mendapat pilihan dan hasil yang terbaik diantara yang terbaik lainnya. Satu bulan pun akhirnya berlalu, dan tepat di bulan suci ramadhan saat pengumuman kelulusan SBMPTN 2017 itu tiba.
Alhamdulillah, dengan ijin Allah, aku dapat mewujudkan salah satu mimpiku diterima menjadi salah satu mahasiswa Matematika Universitas Gadjah Mada. Bahagia, suka, duka semua bercampur kala itu. Aku seketika merinding melihat pengumuman yang ada di hadapanku. Hingga tak terasa air mata ini menetes tatkala aku sampaikan kabar gembira ini pada orangtuaku. Aku yang hanya anak desa dulu mungin hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya menjalani kehidupan dan menuntut ilmu di bangku perkuliahan, tak terasa kini tengah berjuang melalui perjalanan panjang di medan perang yang bernama perguruan tinggi.
Kini, aku dapat mematahkan berbagai suara keraguan yang dulu meremehkanku. Aku sadar bahwa perjalananku ini baru dimulai. Ini baru sebuah awal, untuk kisah baru yang harus diperankan. Setelah segala gemerlap pencapaian dan keringat perjuangan, yang terpenting adalah makna perjalanan. Perjalananku masih panjang. Masih banyak pengorbanan yang harus kucurahkan. Masih banyak rintangan yang harus kutaklukkan. Masih banyak mimpi-mimpi lain yang aku yakin dapat kuwujudkan. Perjalananku setelah ini mungkin akan lebih berat dari sebelumnya. Akan hadir lebih banyak masalah, akan lebih banyak keringat dan emosi yang terkuras, akan terdengar lebih banyak suara-suara yang menjatuhkan, dan aku percaya akan hadir beribu jalan dari Sang Kuasa yang akan mengantarkanku mengarungi perjalanan panjang di depan sana.
Keyakinan akan berbagai mimpiku, adalah kunci utama yang membuatku tetap bertahan. Membuatku tak pernah takut untuk bermimpi dan mengajak orang lain merangkai mimpi. Karena kita semua berhak untuk bermimpi. Yakinlah bahwa kita semua pasti dapat mewujudkan berbagai mimpi yang kita punya. Jika kita sendiri tidak yakin akan mimpi itu, bagaimana mungkin Allah akan yakin bahwa kita mampu menggunakan jalan yang diberikan-Nya untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. So,trust your dreams and make your dreams come true.
Dirilis dari grup FB Bidikmisi-KIP...
Oleh : Reni Permata Sari...
Bagi para mahasiswa...